Ungku Saliah Kiramaik dari Pariaman


Pernah anda lihat foto diatas di rumah makan padang, tentu kita akan penasaran siapa beliau dan kenapa rata-rata rumah makan padang pajang foto beliau, sedikit informasi tentang beliau .
Beliau adalah Ungku Saliah Kiramaik Dari Pariaman seorang ulama yang sangat dikeramatkan di daerah Pariaman, malah menyebar sampai ke rantau. 
Angku Saliah diperkirakan lahir tahun 1887 di Pasa Panjang Sungai Sariak, anak dari Tulih (ayah; Mandailing) dan Tuneh (ibu; Sikumbang). Dawat, demikian nama kecilnya, punya empat saudara, tapi hanya dirinya seorang yang menjadi ulama. Masa kecil Dawat dihabiskan di kampungnya, seperti umumnya anak-anak Minangkabau. Pada usia 15 tahun (sekitar 1902) Dawat belajar mengaji dengan Syekh Muhammad Yatim Tuangku Mudiak Padang di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi. Di sana ia mendapat pengajaran ilmu tarekat dan mendapat gelar ‘saliah’ (saleh) dari gurunya karena ia sangat rajin belajar dan beribadah. Setelah itu Dawat memperdalam ilmu tarekatnya dengan Syekh Aluma Nan Tuo di Koto Tuo, Bukittinggi. Setelah itu Dawat balik ke Ampalu, namun kemudian ia pergi memperdalam ilmu tarekatnya lagi kepada Syekh Abdurrahman di Surau Bintungan Tinggi. Setelah tamat ‘mengaji’ di Surau Bintungan Tinggi, Dawat kembali ke Ampalu. Gelar ‘Ungku Saliah’ melekat pada dirinya setelah ia menjadi guru mengaji di kampungnya sendiri di Sungai Sariak.
Semasa hidupnya Ungku Saliah melakukan berbagai perbuatan yang memperlihatkan ciri-ciri orang kiramaik. Antara lain disebutkan apabila seorang pedagang tidak mau menjual suat barang seharga yang beliau tawar, maka barang itu tidak akan terjual sampai kapanpun. Begitu pula sebaliknya, kalau seorang pedagang mau menjual barangnya seharga yang beliau tawar, maka dagangan itu akan laris manis dan bemberikan keuntungan yang besar.
Ungku Saliah wafat di rumahnya di Sungai Sariak pada 3 Agustus 1974. Di makamnya dibuatkan gobah yang sampai sekarang tetap dikunjungi oleh para penziarah. 

2 Komentar

Berikan Komentar yang bermanfaat dan sehat.

  1. banyak yang menjadikan foto tersebut untuk mengharapkan sesuatu, padahal tempat sepantasnya berharap hanyalah Allah...
    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup benar sekali, tapi itu adalah sebuah tradisi turunan dan dapat di bilang identik juga. tapi kalau saya pribadi melihat ada ke untungannya, karena yang memasang foto tersebut sudah dapat di pastikan bahwa dia orang minang / pariaman.tapi untuk sekarang sudah rada jarang juga rumah makan menampilkan foto tersebut

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama